Rabu, 15 Oktober 2008

Creative Problem Solving

Model Pembelajaran Creative Problem Solving Dengan Menggunakan Lembar Kegiatan Siswa dalam Pembelajaran Matematika

Pendahuluan

Pada hakikatnya pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar murid-murid belajar. Dalam menciptakan suasana atau pelayanan, hal yang esensial bagi guru adalah memahami bagaimana murid-muridnya memperoleh pengetahuan dari kegiatan belajarnya

Matematika adalah mata pelajaran yang diajarkan dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan menengah. Selain mempunyai sifat yang abstrak, pemahaman konsep matematika yang baik sangatlah penting karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan prasarat pemahaman konsep sebelumnya.

Dalam proses belajar mengajar guru mempunyai tugas untuk memilih model pembelajaran berikut media yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pembelajaran..

Dalam makalah ini akan dibahas tentang suatu model pembelajaran Creative Problem Solving dengan Media Lembar Kegiatan Siswa. Model pembelajaran ini dapat dijadikan alternatif pada pembelajaran matematika karena sesuai dengan karakteristik matematika dan tuntutan Kurikulum 2004.

Latar Belakang

Matematika merupakan suatu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Karena pendidikan merupakan salah satu hal penting untuk menentukan maju mundurnya suatu bangsa, maka untuk menghasilkan sumber daya manusia sebagai subyek dalam pembangunan yang baik, diperlukan modal dari hasil pendidikan itu sendiri. Khusus untuk mata pelajaran matematika, selain mempunyai sifat yang abstrak, pemahaman konsep yang baik sangatlah penting karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan prasarat pemahaman konsep sebelumnya.
Dalam proses belajar mengajar di kelas terdapat keterkaitan yang erat antara guru, siswa, kurikulum, sarana dan prasarana. Guru mempunyai tugas untuk memilih model dan media pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan pendidikan. Sampai saat ini masih banyak ditemukan kesulitan-kesulitan yang dialami siswa di dalam mempelajari matematika. Salah satu kesulitan itu adalah memahami konsep pada Bangun Ruang sisi Lengkung. Akibatnya terjadi kesulitan siswa untuk memahami konsep berikutnya karena konsep prasarat belum dipahami.
Menurut H.W. Fowler dalam Pandoyo (1997:1) matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak, sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat mengupayakan metode yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa. Untuk itu diperlukan model dan media pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator pembelajaran.

Menurut Sobel dan Maletsky dalam bukunya Mengajar Matematika (2001:1-2) banyak sekali guru matematika yang menggunakan waktu pelajaran dengan kegiatan membahas tugas-tugas lalu, memberi pelajaran baru, memberi tugas kepada siswa. Pembelajaran seperti di atas yang rutin dilakukan hampir tiap hari. Apabila pembelajaran seperti ini terus dilaksanakan maka kompetensi dasar dan indikator pembelajaran tidak akan dapat tercapai secara maksimal.
Selain itu pemilihan media yang tepat juga sangat memberikan peranan dalam pembelajaran. Selama ini media pembelajaran yang dipakai adalah alat peraga Berupa gambar-gambar Bangun Ruang Sisi lengkung. Tetapi seiring dengan berkembangnya teknologi, media pembelajaran tersebut kurang menarik perhatian dan minat siswa. Untuk itu diperlukan suatu media pembelajaran yang dapat lebih menarik perhatian dan minat siswa tanpa mengurangi fungsi media pembelajaran secara umum.
Model Pembelajaran Creative Problem Solving adalah suatu model pembelajaran yang memusatkan pada pengajaran dan ketrampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan ketrampilan (K.L. Pepkin, 2004:1). Dengan menggunakan model pembelajaran ini diharapkan dapat menimbulkan minat sekaligus kreativitas dan motivasi siswa dalam mempelajari matematika, sehingga siswa dapat memperoleh manfaat yang maksimal baik dari proses maupun hasil belajarnya.

Teori Belajar Matematika

Menurut J. Bruner dalam Hidayat (2004:8) belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Pengetahuan perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) manusia yang mempelajarinya. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar mengajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan itu dipelajari dalam tahap-tahap sebagai berikut:
Tahap Enaktif
Suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau situasi yang nyata.
Tahap Ikonik
Suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif.
Tahap Simbolik
Suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak, baik symbol-simbol verbal (misalkan huruf-huruf, kata-kata atau kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika maupun lambang-lambang abstrak lainnya (Hidayat, 2004:9)
Suatu proses belajar akan berlangsung secara optimal jika pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian jika tahap belajar yang pertama ini dirasa cukup, siswa beralih ke tahap belajar yang kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi ikonik. Selanjutnya kegiatan belajar itu dilanjutkan pada tahap ketiga, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik

Contoh nyata untuk anak SMP kelas sembilan yang sedang mempelajari tentang Bangun Ruang Sisi Lengkung, pada tahap enaktif anak diberikan contoh tentang benda yang merupakan bangun ruang sisi lengkung seperti kaleng minuman , pipa paralon, topi pak tani, Buah jeruk dan lain sebagainya.dan ditunujukkan bahwa bangun-bangun tersebut memiliki suatu komponen yang sama yang berbentuk lingkaran. Kemudian mengajak siswa-siswa untuk mengukur panjang diameter dari lingkaran. Selanjutnya pada tahap ikonik siswa dapat diberikan penjelasan tentang hubungan panjang diameter dengan jari-jari, selanjutnya pada tahap simbolik siswa dibimbing untuk menghitung Luas dan Volume dari bangun-bangun sisilengkung tersebut secara matematik

Pembelajaran Matematika

Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004:1). Agar tujuan pengajaran dapat tercapai, guru harus mampu mengorganisir semua komponen sedemikian rupa sehingga antara komponen yang satu dengan lainnya dapat berinteraksi secara harmonis (Suhito, 2000:12).
Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah pemanfaatan berbagai macam strategi dan metode pembelajaran secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan materi, siswa dan konteks pembelajaran (Depdiknas, 2003:1). Sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat memilih model pembelajaran serta media yang cocok dengan materi atau bahan ajaran.
Dalam pembelajaran matematika salah satu upaya yang dilakukan oleh guru adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang berbasis masalah (Problem Solving) karena dengan menggunakan model pembelajaran ini dapat memberikan siswa kesempatan seluas-luasnya untuk memecahkan masalah matematika dengan strateginya sendiri. Sedangkan penggunaan media dalam pembelajaran matematika sangat menunjang, karena dengan menggunakan media pembelajaran siswa lebih mudah memahami konsep matematika yang abstrak.

Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Sekolah Menengah Pertama (Depdiknas, 2003:8) menyatakan bahwa potensi siswa harus dapat dikembangkan secara optimal dan di dalam proses belajar matematika siswa dituntut untuk mampu:
Melakukan kegiatan penelusuran pola dan hubungan;
Mengembangkan kreatifitas dengan imajinasi, intuisi dan penemuannya;
Melakukan kegiatan pemecahan masalah;
Mengkomunikasikan pemikiran matematisnya kepada orang lain.
Untuk mencapai kemampuan tersebut perlu dikembangkannya proses belajar matematika yang menyenangkan, memperhatikan keinginan siswa, membangun pengetahuan dari apa yang diketahui siswa, menciptakan suasana kelas yang mendukung kegiatan belajar, memberikan kegiatan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, memberikan kegiatan yang menantang, memberikan kegiatan yang memberi harapan keberhasilan, menghargai setiap pencapaian siswa (Depdiknas, 2003:5).
Selain itu di dalam mempelajari matematika siswa memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda sehingga diperlukan usaha guru untuk:
Menyediakan dan menggunakan berbagai alat peraga atau media pembelajaran yang menarik perhatian siswa;
Memberikan kesempatan belajar matematika di berbagai tempat dan keadaan;
Memberikan kesempatan menggunakan metematika untuk berbagai keperluan;
Mengembangkan sikap menggunakan matematika sebagai alat untuk memecahkan matematika baik di sekolah maupun di rumah;
Menghargai sumbangan tradisi, budaya dan seni di dalam pengembangan matematika;
Membantu siswa menilai sendiri kegiatan matematikanya.
(Depdiknas, 2003:6)
Dari kurikulum di atas dapat dikatakan bahwa guru dalam melakukan pembelajaran matematika harus bisa membuat situasi yang menyenangkan, memberikan alternatif penggunaan alat peraga atau media pembelajaran yang bisa digunakan pada berbagai tempat dan keadaan, baik di sekolah maupun di rumah

Creative Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika

Model “Creative Problem Solving” (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan ketrampilan. Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir, keterampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir (Pepkin, 2004:1)
Suatu soal yang dianggap sebagai “masalah” adalah soal yang memerlukan keaslian berpikir tanpa danya contoh penyelesaian sebelumnya. Masalah berbeda dengan soal latihan. Pada soal latihan, siswa telah mengetahui cara menyelesaikannya, karena telah jelas antara hubungan antara yang diketahui dengan yang ditanyakan, dan biasanya telah ada contoh soal. Pada masalah siswa tidak tahu bagaimana cara menyelesaikannya, tetapi siswa tertarik dan tertantang untuk menyelesaikannya. Siswa menggunakan segenap pemikiran, memilih strategi pemecahannya, dan memproses hingga menemukan penyelesaian dari suatu masalah (Suyitno, 2000:34).
Adapun proses dari model pembelajaran CPS, terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
Klarifikasi masalah
Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian seperti apa yang diharapkan.
Pengungkapan pendapat
Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah.
Evaluasi dan Pemilihan
Pada tahap evaluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah.
Implementasi.
Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya samapai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut (Pepkin, 2004:2).
Dengan membiasakan siswa menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah, diharapkan dapat membantu siswa untuk mengatasi kesulitan dalam mempelajari matematika.

Media Pembelajaran Matematika

Menurut H.W. Fowler (Suyitno, 2000:1) matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang bilangan dan ruang yang bersifat abstrak. Sehingga untuk menunjang kelancaran pembelajaran disamping pemilihan metode yang tepat juga perlu digunakan suatu media pembelajaran yang sangat berperan dalam membimbing abstraksi siswa (Suyitno, 2000:37).
Adapun nilai atau fungsi khusus media pendidikan matematika antara lain:
Untuk mengurangi atau menghindari terjadinya salah komunikasi;
Untuk membangkitkan minat atau motivasi belajar siswa;
Untuk membuat konsep matematika yang abstrak, dapat disajikan dalam bentuk konkret sehingga lebih dapat dipahami, dimengerti dan dapat disajikan sesuai dengan tingkat-tingkat berpikir siswa.
(Darhim, 1993:10)
Jadi salah satu fungsi media pembelajaran matematika adalah untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Sedangkan motivasi dapat mengarahkan kegiatan belajar, membesarkan semangat belajar juga menyadarkan siswa tentang proses belajar dan hasil akhir. Sehingga dengan meningkatnya motivasi belajar siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya pula (Dimyati, 1994:78-79).

Penggunaan Lembar Kegiatan siswa dalam Pembelajaran Matematika

Penggunaan Lembar Kegiatan siswa dapat digunakan sebagai alternatif pemilihan media pembelajaran matematika yang cukup mudah untuk dilaksanakan. Sekalipun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, berkembang pula jenis-jenis media pembelajaran yang lebih menarik namun Lembar Kegiatan Siswa sangatlah membantu para guru untuk mengajarkan konsep matematika yang abstrak kepada siswa.

Contoh Lembaran Kegiatan Siswa

1. Lembaran Kegiatan Siswa

A. Alat dan bahan

- Bangun berbentuk tabung

- Karton

- Lem perekat

- Gunting

- Rol

- Jangka

- Beras / Pasir

B. Langkah-langkah kegiatan

1. Ukurlah tinggi tabung dengan menggunakan rol dan catat hasilnya nyatakan dengan t

2. Ukur diameternya, catat hasilnya dinyatakan dengan d

3. Tentukan jari-jari alas (r) tabung tersebut

4. Hitunglah panjang garis pelukis (s) dengan rumus s =

5. Buatlah lingkaran pada karton yang berjari-jari s

6. Buat sebuah jari-jari pada lingkaran tersebut

7. Guntinglah lingkaran tersebut hingga lepas dari karton

8. Potonglah lingkaran menurut jari-jari pada no 6

9. Bentuklah hasil no 8 menjadi sebuah kerucut yang alasnya sama dengan alas tabung, untuk memudahkan pembuatannya potong sebagian juring lingkaran yang tidak dibutuhkan.

10. Jika sudah betul-betul pas bahwa alas kerucut = alas tabung, lem lah kerucut tersebut dengan lem perekat yang sudah disediakan.

11. Maka diperoleh dua bangun yang utuh yaitu sebuah tabung dan sebuah kerucut yang berjari-jari alas sama dan mempunyai tinggi yang sama.

12. Isilah tabung dengan beras/ pasir gunakan kerucut sebagai alat penakarnya.

13. Lakukan secara berulang-ulang dan amati apa yang kamu peroleh.

14. Tuliskan kesimpulan dari kegiatan yang kamu lakukan.

2. Lembaran Kegiatan Siswa

A. Alat dan bahan

- Jeruk manis

- Cutter/pisau

- Jangka

- Lak ban

- Karton

- Spidol

- Lem perekat

B. Langkah-langkah kegiatan.

1. Potong jeruk manis besar, yang telah disediakan dengan cara menbusur hingga diperoleh dua bagian potogan jeruk yang sisi potongan berbentuk lingkaran.

2. Jiplakkan sisi jeruk yang berbentuk lingkaran ke karton yang telah disediakan, buat sampai 5 buah lingkaran.

















1 2 3 4 5

3. Ambil daging buah jeruk dari potongan jeruk sehingga kulit dan daging buah pisah ( kulit jangan sampai ada yang terbuang ).

4. Potong –potong kulit jeruk sedemikian kemudian tempelkan dengan menggunakan lem perekat pada lingkaran yang telah dibuat pada karton.

5. Mulailah dari lingkaran 1 setelah lingkaran 1 siap ditutupi dengan kulit jeruk lanjutkan ke lingkaran ke 2, dst.

6. Tuliskan hasil dari kegiatanmu pada karton.

7. Ulangi Kegiatan 1 s/d 6 untuk jeruk yang kecil.

8. Buatlah kesimpulan dari hasil kegiatan.

Kesimpulan

Model “Creative Problem Solving” dengan media Lembar Kegiatan Siswa dalam pembelajaran matematika merupakan model pembelajaran yang secara teoritik dan sesuai dengan karakteristik matematika yang abstrak dan juga sesuai dengan tuntutan Kurikulum Berbasis Kompetensi Tahun 2004.

Saran

Perlu diadakannya penelitian lebih lanjut tentang pengaruh model “Creative Problem Solving” dengan media Lembar Kegiatan Siswa dalam pembelajaran matematika terhadap minat, proses dan hasil belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Dimyati, Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdikbud.

Darhim. 1993. Work Shop Matematika. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara DIII.

Pandoyo. 1992. Strategi Belajar Mengajar. Semarang:IKIP Semarang Press

Hidayat. 2004. Diktat Kuliah Teori Pembelajaran Matematika. Semarang:FMIPA UNNES.

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 2003. Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdiknas

Pepkin K.L. 2004. Creative Problem Solving In Math. Tersedia di: http://www.uh.edu/hti/cu/2004/v02/04.htm [5 Januari 2005].

Tidak ada komentar: